9 Jenis Orang yang Melanggar Tauhid (2) selesai

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya. Disini:

http://www.tauhidfirst.net/9-jenis-orang-yang-melanggar-tauhid-1/

6- Penulis berkata: Dan diantara mereka ada yang tidak mengenal kesyirikan dan tidak mengingkarinya serta tidak menafikannya.”

Seseorang tidak menjadi muwahhid (muslim) kecuali orang yang menafikan kesyirikan dan berlepas diri darinya dan dari orang yang mengerjakannya dan mengkafirkan mereka.

Dan jahil akan kesyirikan tidak melahirkan sedikitpun apa yang ditunjuki kalimat Laa ilaaha Illallah. Barangsiapa belum menunaikan makna kalimat ini dan kandungannya maka tidak termasuk ke dalam Islam sama sekali. Karena ia belum mendatangkan kalimat ini dan kandungannya dengan disertai ilmu (keilmuan) dan yaqin (keyakinan) dan shidq (kejujuran) dan ikhlas (keikhlasan) dan mahabbah (kecintaan) dan qabul (penerimaan) dan inqiyad (ketundukan). Sedangkan orang ini tidak ada padanya dari ini semua sama sekali. Dan jikalau dia mengucapkan Laa ilaaha Illallah ia tidak mengetahui apa yang ditunjuki olehnya dan apa kandungannya.

7- Kemudian penulis berkata; “Diantara mereka ada yang tidak mengenal tauhid dan tidak mengingkarinya.”

Maka saya katakan; Jenis ini seperti jenis sebelumnya. Mereka belum menghargai tujuan penciptaan mereka berupa agama yang dengannya Allah mengutus rasul-rasul-Nya. Keadaannya adalah keadaan orang yang Allah terangkan tentang mereka;

إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

“Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu).”(QS. 25:44)

8- Dan penulis berkata; “Dan diantara mereka –ini merupakan jenis yang paling berbahaya- ada yang mengerjakan tauhid tapi tidak mengerti kadar keistimewaannya, dan tidak membenci orang yang meninggalkannya dan tidak mengkafirkan mereka.”

Ucapan penulis rahimahullah, “Ini merupakan jenis yang paling berbahaya”, karena dia tidak mengerti tingginya kedudukan yang ia kerjakan dan tidak mendatangkan faktor yang menjadikan tauhidnya sah dari berupa ikatan-ikatan yang berat yang harus (dia kerjakan). (Hal ini) sebagaimana yang telah kamu ketahui bahwa tauhid mengharuskan kepada menafikan kesyirikan dan berlepas diri darinya dan memusuhi pelakunya serta mengkafirkan mereka disamping telah tegaknya hujjah atas mereka.

Orang seperti ini terkadang sulit dikenali, padahal dia belum mendatangkan apa yang wajib atasnya dari perkara-perkara yang ditunjuki oleh kalimat ikhlas berupa penafian dan itsbat (penetapan).

9- Begitu pula ucapan penulis; “Dan diantara mereka ada yang meninggalkan kesyirikan dan membencinya tapi tidak mengenal kadar (bahayanya).”

Jenis ini seperti yang sebelumnya. Akan tetapi dia tidak mengerti kadar (bahayanya) kesyirikan. Karena jika dia mengenalinya tentu dia akan mengerjakan apa yang ditunjuki oleh (dalil-dalil) yang muhkam (terang lagi jelas seputar perkara ini). Seperti ucapan Al Khalil;

إِنَّنِي بَرَاءٌ مِّمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي

 “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah (selain Allah), kecuali Dzat yang telah menciptakan aku.” (QS. 43:27)

Dan firman-Nya;

لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا

“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya…” (QS. 60:4)

Maka sudah sepatutnya bagi orang yang mengenal kesyirikan dan meninggalkannya seperti Ibrahim dalam perkara wala’ wal bara (cinta dan benci) terhadap musyrikin dan sesembahan mereka. Dan membenci kesyirikan dan pelakunya serta memusuhi mereka.

Dan dua jenis terakhir ini adalah yang umum terdapat pada kebanyakan orang yang mengaku muslim. Terdapat pada mereka kejahilan akan hakikatnya (Islam) sehingga menghalanginya untuk mendatangkan kalimat ikhlas dan kandungannya dalam bentuk yang sempurna lagi wajib, dimana dengannya dia bisa menjadi seorang muwahhid (muslim). Alangkah banyak orang yang tertipu dan jahil akan hakikat agama ini.

Maka jika kamu telah ketahui hal ini, kamu pun tahu bahwa Allah telah mengkafirkan pelaku kesyirikan dan mensifati mereka dengannya pada ayat-ayat yang muhkam dengan firman-Nya;

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjis-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir.(QS. 9:17) dan begitu pula As-Sunnah.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: Ahli tauhid dan sunnah membenarkan apa-apa yang dikabarkan para rasul, mentaati perintah-perintah mereka, menjaga apa-apa yang mereka ucapkan dan memahaminya serta mengamalkannya. Mereka menepis darinya penyelewengan orang-orang yang berlebih-lebihan dan kesesatan pengikut kebatilan dan penyimpangan orang-orang jahil. Mereka berjihad melawan orang-orang yang menyelisihi dengan jihad di jalan Allah dalam rangka mencari balasan disisi Allah bukan dari mereka (para rasul). Sedangkan ahli kejahilan dan orang yang berlebih-lebihan tidak bisa membedakan antara apa yang mereka perintahkan dengan apa yang mereka larang. Tidak bisa membedakan antara yang benar penisbatannya kepada mereka dengan yang bohong. Mereka tidak memahami hakikat maksud mereka, tidak berupaya mentaati mereka. Bahkan mereka orang-orang jahil pada apa yang mereka kerjakan, mereka barisan pemuja hawa nafsu.

Saya katakan; Apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam serupa dengan kondisi dua jenis terakhir (disini).

Tertinggal satu perkara yang terjadi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menyinggungnya. Yaitu tidak mengkafirkan dengan ta’yin ibtida’an (secara langsung). Dikarenakan sebab yang ia sebutkan yang mengharuskan baginya abstain dalam mengkafirkannya sebelum penegakan hujjah atasnya.

Beliau berkata;

Dan kami mengetahui secara darurat, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak mensyariatkan kepada siapa pun untuk menyeru siapa pun dari orang-orang yang telah mati, tidak para nabi maupun orang-orang shalih dan tidak pula selain mereka. Tidak dengan lafal istighatsah dan tidak pula dengan selainnya. Sebagaimana dia tidak mensyariatkan bagi ummatnya untuk sujud untuk mayit atau kepada mayit dan semisalnya. Bahkan kita mengetahui bahwa ia telah melarang dari perkara ini semua. Dan bahwasanya hal ini termasuk kesyirikan yang telah Allah dan rasul-Nya haramkan.

Tapi karena dominasinya kejahilan dan sedikitnya sisa-sisa ajaran risalah (Islam) pada mayoritas orang belakangan, tidak mungkin mengkafirkan mereka dengan sekedar itu sampai dijelaskan kepada mereka apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan apa yang diperangi olehnya. –selesai.

Saya katakan;

Beliau rahimahullah telah menyebutkan alasan yang menjadikannya tidak mencap kafir kepada mereka dengan ta’yin secara khusus (kecuali) setelah adanya keterangan dan pembangkangan. (Hal ini) karena beliau telah menjadi layaknya satu ummat. Dan karena ada ulama yang mengkafirkan beliau karena melarang dari perbuatan syirik dalam ibadah. Sehingga tidak mungkin menyikapi mereka kecuali dengan sikap seperti yang beliau terangkan. Seperti yang juga menimpa guru kami Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah diawal dakwahnya. Ketika itu apabila ia mendengar mereka menyeru Zaid bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; “Allah lebih baik dari Zaid”, ini beliau ucapkan dalam rangka membiasakan mereka untuk menafikan kesyirikan, dengan bahasa yang lembut agar tercapai kemaslahatan dan tidak membuat orang lari.

Wallahuta’aala A’lam.   

Selesai

29 Ramadhan 1436 H

Tajurhalang, Bogor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *