Apakah Seorang Muslim diberi Udzur karena Kejahilannya dalam Perkara Akidah?

Pertanyaan (No Fatwa: 11043): Di negeri kami tersebar fenomena peribadatan kepada kubur-kubur. Bersamaan dengan itu ada orang-orang yang membela mereka dan berkata; Mereka orang-orang Islam, diberi udzur karena kejahilannya. (Mereka juga bilang) tidak mengapa menikah dengan para anak-anak perempuan kita, atau kita shalat dibelakang mereka. Dan mereka berhak mendapatkan hak sesama muslim. Dan orang-orang ini tidak cukup sampai disini, bahkan menuduh orang yang mengkafirkan mereka (orang-orang yang beribadah kepada kubur), sebagai ahlul bid’ah, (layak) diperlakukan seperti para mubtadi’. Lebih dari itu mereka menuduh bahwa Anda memberi udzur kepada para penyembah kubur karena kejahilan mereka dengan alasan diktat yang Anda setujui dari seseorang yang dipanggil dengan Al Ghabbasy, dimana penulisnya disitu memberi udzur kepada para penyembah kubur.

Karena itu saya harap Anda mengirim jawaban yang melegakan, menerangkan perkara-perkara yang ada padanya udzur karena kejahilan dan perkara-perkara yang tidak ada disitu udzur karena kejahilan. Sekaligus keterangan tentang sumber-sumber yang mungkin kami periksa dalam perkara ini. Tentunya kami sangat berterima kasih sekali.

Jawab; Manusia tidak sama hukumnya, apakah dia diberi udzur karena kejahilan dalam perkara agama atau tidak diberi udzur. (Dimana hal ini) tergantung kepada sampai tidaknya (keterangan) dan jelas tidaknya perkara tersebut, serta perbedaan daya tangkap seseorang, ada yang kuat dan ada yang lemah.

Maka barangsiapa istighatsah (minta keselamatan) kepada penghuni kubur dalam rangka menolak bahaya atau menyingkap bencana, orang ini dijelaskan bahwa perbuatan ini syirik dan ditegakkan atas orang ini hujjah, dalam rangka menunaikan kewajiban penyampaian. Apabila orang ini tetap membangkang setelah ada keterangan maka dia musyrik, di dunia diperlakukan seperti perlakuan kepada orang-orang kafir dan di akhirat berhak mendapatkan azab yang pedih jika mati diatas kekufurannya.

Allah Ta’aala berfirman:

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 4:165)

Dan Allah Ta’aala berfirman:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“…dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. 17:15)

Dan Allah Ta’aala berfirman:

وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ

“Dan al-Qur’an ini dwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya).” (QS. 6:19)

 

Dan telah benar (beritanya) dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;

والذي نفس محمد بيده لا يسمح بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار

“Demi Zat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya . Tidak seorang pun dari ummat ini mendengar kabar tentang aku, Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman kepada ajaran yang aku bawa, melainkan dia termasuk penghuni neraka.” HR. Muslim

Dan dalil-dalil lainnya dari ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan akan wajibnya ada keterangan dan penegakan hujjah sebelum menghukum.

Maka barangsiapa tinggal di negeri yang disitu dia mendengar ajakan kepada Islam dan selainnya, kemudian dia tidak beriman, tidak mencari kebenaran dari ahlinya, maka dia seperti orang yang telah sampai kepadanya dakwah Islam dan membangkang di atas kekufuran.

Yang menjadi bukti akan hal ini adalah keumuman hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu diatas. Sebagaimana menjadi bukti juga apa yang telah Allah kisahkan dari kisah kaum Musa saat mereka disesatkan oleh Samiri. Lalu mereka beribadah kepada anak sapi, dan sebelumnya Musa telah menunjuk Harun saudaranya sebagai penggantinya di tengah-tengah mereka. Yaitu saat Musa pergi bermunajat kepada Rabnya. Lalu ketika Harun mengingkari kaumnya yang beribadah kepada anak sapi, mereka berkata; Kami akan tetap i’tikaf (beribadah kepadanya) disini sampai Musa kembali kepada kami. Disini kaumnya telah menyambut ajakan da’i kesyirikan (Samiri) dan menolak ajakan da’i tauhid (Harun), tapi Allah tidak memberi udzur mereka pada perbuatan mereka mengikuti ajakan kesyirikan dan talbis (pengkaburan) atas mereka disaat adanya dakwah tauhid disamping ajakan itu dan waktu yang dekat dengan dakwah Musa kepada tauhid.

Dan menjadi bukti dalam perkara ini juga apa yang telah Allah kisahkan tentang berita ucapan Iblis kepada penduduk neraka dan bahwa dia berlepas diri dari mereka. Allah berfirman;

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُم ْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ ي مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:”Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya.Sekali-kali tidak kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamulalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku.Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. 14:22)

(Disini) penduduk neraka tidak diberi udzur karena mempercayai janji Iblis, padahal tipu daya dan upayanya  besar dalam menghiasi kesyirikan. (Mereka tidak diberi udzur) karena mengikuti janji-janji (Iblis hingga mereka) menyekutukan Allah, karena disamping itu ada janji Allah yang benar berupa pahala yang besar bagi orang yang mempercayai janji-Nya dan menerima syariat-Nya serta mengikuti jalan-Nya yang lurus.

Barangsiapa memperhatikan negeri yang disana tersebat Islam, ia akan dapati orang-orang yang tinggal disana hidup dalam dua atmosfer yang saling mempengaruhi:

Satu kelompok menyeru kepada bid’ah-bid’ah, seperti apapun bid’ah itu kesyirikan atau bukan kesyirikan. Kelompok ini memperdaya manusia dan menghiasi kebid’ahan tersebut dimata mereka dengan hadits-hadits yang tidak shahih dan kisah-kisah yang aneh dan memukau yang dibawakan dengan retorika menarik dan memikat.

Sedangkan satu kelompok lainnya menyeru kepada kebenaran dan jalan petunjuk dengan dalil-dalil dari Al Kitab dan As-Sunnah. Kelompok ini menjelaskan batilnya ajakan kelompok di atas dan tipu daya mereka. Sehingga dengan adanya penyampaian dari kelompok kedua ini serta keterangan yang mereka berikan adalah cukup dalam penegakan hujjah walau jumlah mereka tidak banyak. Karena yang menjadi ukuran adalah adanya keterangan akan kebenaran dengan dalilnya bukan dari banyaknya orang yang memberi keterangan.

Maka barangsiapa berakal dan tinggal di negeri yang seperti ini dan mampu mengenal kebenaran dari pembelanya, yaitu apabila ia bersungguh-sungguh dalam mencarinya dan tidak mengikuti hawa nafsu dan fanatik. Dan dia tidak tertipu dengan kekayaan orang kaya atau kekuasaan para penguasa atau kedudukan para pembesar, timbangan kebenarannya tidak timpang, (namun) dia membuang akal  (sehatnya sehingga tetap diatas kesyirikan), maka orang ini termasuk kepada orang-orang yang Allah berfirman tentang mereka;

إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ لَّا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

Sesungguhnya Allah mela’nati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, mereka tidak memperoleh seorang Pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata:”Alangkah baiknya, andaikata kami ta’at kepada Allah dan ta’at (pula) kepada Rasul”. Dan mereka berkata:”Ya Rabb Kami, sesungguhnya kami telah menta’ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”. (QS. 33:64-68)

Adapun orang yang hidup di selain negeri Islam dan tidak pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (diutus), tidak mendengar Al Qur’an (diturunkan) dan (ada agama namanya) Islam. Apabila orang seperti ini dianggap ada, maka hukumnya seperti ahli fatrah. Wajib atas ulama muslimin menyampaikan kepada mereka syariat Islam, pokok-pokok serta cabang-cabangnya sebagai penegakan hujjah dan pemberian udzur kepada mereka. Orang ini (apabila tidak mendengar dakwah) diakhirat diperlakukan dengan perlakuan kepada orang yang bukan mukallaf ketika dia di dunia, seperti karena gila atau idiot atau anak kecil dan tanpa taklif.

Adapun hukum-hukum syariat yang tersembunyi dalil-dalilnya atau dalil-dalilnya bertentangan, orang yang menyelisihi tidak dikatakan: beriman dan kafir. Melainkan dikatakan: benar dan salah. Orang yang keliru dalam perkara ini diberi udzur dan orang yang benar diberi dua pahala karena ijtihadnya. Perkara seperti ini diantara perkara yang orang-orang berbeda sesuai daya tangkapnya serta keilmuannya terhadap bahasa arab dan terjemahannya, serta keluasan bacaannya terhadap nas-nas syariat baik Al Kitab maupun As-Sunnah dan pengetahuannya tentang shahih dan lemahnya dalil-dalil tersebut serta nasikh dan mansukh-nya dan seterusnya.  

Dari sini diketahui bahwa tidak boleh bagi kelompok muwahhidin yang meyakini kafirnya penyembah kubur untuk mengkafirkan saudara mereka dari muwahhidin yang abstain dalam mengkafirkan mereka, sampai ditegakkan atas mereka hujjah. Karena abstainnya mereka dari mengkafirkan penyembah kubur adalah dikarenakan sebuah syubhat, yaitu keyakinan mereka bahwa harus adanya penegakan hujjah atas mereka para penyembah kubur sebelum mengkafirkannya. Masalah ini berbeda dengan perkara yang tidak ada syubhat akan kekafirannya seperti orang Yahudi dan Kristen dan Komunis serta orang-orang yang serupa dengan mereka. Orang-orang ini tidak ada syubhat akan kafirnya mereka dan kafirnya orang yang tidak mengkafirkan mereka. Hanya Allah yang memberi taufik.

Dan kita minta kepada Allah Subhanahu untuk memperbaiki keadaan muslimin dan menganugrahkan kepada mereka pemahaman dalam agama. Dan melindungi kita dan mereka dari kejelekan diri-diri kita dan buruknya amal perbuatan kita. Dan (melindungi) dari berbicara atas nama Allah dan rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tanpa bimbingan ilmu. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Maha Mampu.

Hanya disisi Allah sajalah taufik.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.

Lajnah Da’imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’

Abdurrazzaq Afifi (Wakil Ketua)

Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz (Ketua)

Sumber: http://majles.alukah.net/t108303/

Lihat keterangan Syaikh Ibn Baz rahimahullah tentang fatwa ini : disini

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *