Ustadz Bukan Jenggis Khan

Tidak boleh bagi siapa pun untuk mengangkat bagi manusia seseorang yang ia ajak kepada jalannya, (membangun) cinta dan benci kepadanya, selain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebagaimana tidak boleh bagi siapa pun menjadikan sebuah ucapan atau perkataan sebagai tolok ukur cinta dan benci selain ucapan dan perkataan Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal yang telah disepakati oleh ummat (ijma’)

 

Dan tidak boleh bagi seorang ustadz untuk mengelompokkan manusia dan membuat permusuhan diantara manusia dan saling benci. Melainkan hendaknya mereka menjadi laksana ikhwah yang saling tolong menolong diatas kebajikan dan ketakwaan seperti yang Allah firmankan: ((dan bekerjasamalah kalian diatas kebajikan dan ketakwaan dan jangan kalian bekerjasama diatas dosa dan kemungkaran)

 

Dan tidak boleh bagi seorang pun dari para ustadz untuk mengambil janji setia dari siapa pun untuk menyetujui semua yang sang ustadz inginkan, membela orang-orang yang ia bela dan memusuhi orang-orang yang ia musuhi. Bahkan siapa pun yang melakukan perbuatan seperti ini ia mirip dengan Jenggis Khan dan orang-orang semisalnya dari orang-orang yang menjadikan siapa pun yang sejalan dengannya sebagai teman dan orang-orang yang menyelisihinya sebagai musuh yang layak dibenci.

 

Bahkan dipundak para ustadz dan para pengikutnya janji Allah dan Rasul-Nya untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Mengharamkan apa yang Allah dan Rasul-Nya haramkan dan menjaga hak-hak para ustadz seperti yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Dan apabila ustadz salah seorang terdzalimi ia membelanya dan apabila ustadz tersebut berbuat dzalim, ia tidak menolongnya diatas kedzaliman melainkan mencegahnya dari berbuat dzalim. Sebagaimana yang telah jelas dalilnya dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ((Bantulah temanmu dzalim atau didzalimi))

 

Dan apabila antara dua orang ustadz atau dua orang murid atau ustadz dan murid terjadi permusuhan dan pertikaian, tidak boleh bagi siapa pun untuk membela salah seorang dari mereka sampai ia mengetahui kebenaran. Jangan ia membela salah seorang dari mereka diatas kejahilan atau hawa nafsu. Melainkan hendaknya ia melihat perkaranya. Apabila jelas baginya kebenaran, ia membela orang yang benar apakah orang yang benar dari kelompoknya atau bukan. Dan jangan ia bela orang yang salah, apakah orang yang salah itu dari kelompoknya atau bukan. Sehingga yang menjadi tujuan utama adalah peribadahan kepada Allah semata dan mentaati Rasul-Nya serta mengikuti kebenaran.

 

Allah Ta’aala berfirman:

 

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. 4:135)

 

Barangsiapa condong kepada temannya apakah kebenaran bersamanya ataukah kebatilan yang bersamanya, ia telah berhukum dengan hukum jahiliyah dan keluar dari hukum Allah dan Rasul-Nya. 

Sumber: Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (12/164)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *